Gladiator adalah seorang pejuang atau petarung profesional yang mengkhususkan diri dengan senjata tertentu pada sebuah arena besar (gelanggang) yang ditonton oleh publik di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi pada masa 105 - 404 SM. Sebuah pertarungan yang dilakukan hingga mati, seorang gladiator memiliki harapan hidup yang pendek, walaupun mengharapkan sebuah hadiah yang besar dan popularitas. Mayoritas para petarung adalah para budak, mantan budak atau seorang tahanan hukum. Karena pada saat itu zaman perbudakan masih sangat marak dan merupakan hal yang lumrah. Tidak diragukan lagi, pada masa tersebut pertarungan gladiator adalah salah satu bentuk hiburan populer yang paling banyak ditonton di Romawi.
Silsilah leluhur bangsa Etruscan atau Etruria
Bangsa Romawi sangat dipengaruhi oleh leluhur pendahulu mereka di Italia, yaitu Etruria dalam berbagai peranannya. Seperti menggunakan hewan kurban untuk meramalkan masa depan, menggunakan simbol-simbol tertentu dalam kehidupan dan mengorganisir permainan gladiator. Bangsa Etruria mengaitkan acara hiburan tersebut sebagai upacara kematian, sehingga mereka memiliki makna keagamaan tertentu.
Pada awalnya kontes gladiator diselenggarakan secara tidak resmi di Romawi pada tahun 264 SM untuk memperingati kematian leluhur mereka, kemudian akhirnya kontes ini dilanjutkan kembali menjadi perlombaan yang resmi dan membuang elemen peringatan tersebut. Namun asal-usul agama yang berfungsi sebagai persembahan masih terbawa dalam kontes ini, dimana seorang petugas di gelanggang arena akan mengeksekusi mati (penjagal) seorang gladiator yang terluka dan tidak mampu melanjutkan pertarungan. Mereka akan mengeksekusi dengan memakai kostum yang mewakili Dewa Hermes ketika mengawal sebuah jiwa untuk dibawa ke Charun atau Etruscan (alam dewa yang mereka anggap ada).
Sebagai hiburan terbaik
Permainan atau pertandingan gladiator Romawi, merupakan kesempatan bagi kaisar dan bangsawan untuk memamerkan kekayaan mereka terhadap rakyat, untuk memperingati kemenangan militer, upacara kunjungan seorang pejabat penting, merayakan ulang tahun atau hanya sekedar untuk mengalihkan perhatian rakyat dari masalah politik dan ekonomi pada saat itu.
Dengan menampilkan kepada publik sebuah permainan berdarah dan memiliki daya tarik tersendiri dari kontes tersebut karena menyangkut masalah hidup dan mati. Acara ini sangat populer diselenggarakan di arena besar di seluruh kekaisaran, dengan Colosseum (Flavian Amphitheatre) yang merupakan arena terbesar dari semua yang ada. Tiga puluh, empat puluh, bahkan lima puluh ribu penonton berbondong-bondong dihibur dengan pertarungan berdarah yang menampilkan hewan liar yang eksotis untuk dibunuh, eksekusi mati tahanan, seorang pemuka agama yang dilemparkan ke singa sebagai simbol kebajikan, kehormatan dan keberanian bangsa Romawi, dan pertarungan gladiator yang menggunakan semua keterampilan bela diri mereka dalam membunuh atau dibunuh pada kontes ini.
Ini adalah popularitas kesalahpahaman yang diberikan kepada para gladiator yang menerima penghargaan secara langsung dari kaisar atau istilahnya salut kaisar! Ini adalah setiap kalimat yang sering terucap sebelum gladiator memulai pertarungan "Imperator Ave, morituri te salutant!" (salam kaisar, salut (terhormat) bagi anda yang mati dalam pertarungan!). Namun pada kenyataannya, terungkap bahwa para tahanan tetap akan dibunuh dalam pertempuran bohongan yang dilakukan oleh angkatan laut (Naumachia) atau dilakukan di arena pada acara-acara khusus.
Kebanyakan para gladiator berasal dari seorang budak atau memiliki latar belakang kriminal, tetapi banyak juga tawanan perang yang dipaksa untuk tampil bertarung di arena. Terdapat sebuah kasus, seorang bangsawan yang bangkrut terpaksa mencari nafkah dengan memainkan pedang, misalnya Sempronius keturunan dari suku Gracchi yang kuat. Tercatat juga, sampai seorang bandit kakap turun di arena yang bernama Septimus Severus pada 200 M, serta pada masa ini perempuan diperbolehkan turun menjadi seorang gladiator.
Terdapat sekolah khusus gladiator (Ludus) yang dibentuk di seluruh kekaisaran, Roma sendiri memiliki tiga barak tersebut dan terutama Capua yang banyak menghasilkan para gladiator terkenal. Agen khusus yang dibina oleh kekaisaran, harus bisa menghasilkan gladiator berpotensi dalam memenuhi permintaan yang semakin meningkat dan mengisi sekolah-sekolah pelatihan yang harus memiliki omset banyak dari para pejuang gladiator. Kondisi sekolah-sekolah (Ludus) mirip seperti penjara, sel-sel kecil dan belenggu untuk semua gladiator, namun mereka mendapatkan makanan yang lebih baik untuk stamina, latihan yang ekstra terbaik dan perhatian medis (kesehatan). Sehingga membutuhkan sebuah investasi yang mahal untuk membangun sebuah sekolah gladiator.
Persenjataan
Istilah gladiator berasal dari bahasa latin yaitu Gladiatores yang mengacu pada senjata utama mereka pedang gladius (Gladius Sword) atau pedang pendek.
Baca juga artikel : Sejarah Pedang
Namun, terdapat juga berbagai macam senjata lain yang digunakan dalam kontes gladiator. Mereka biasanya menggunakan baju besi (baju zirah) serta helm besi sebagai pelindung kepala. Khususnya benda-benda tersebut dihasilkan dari sebuah pekerjaan yang besar, kaya dengan motif dekoratif yang digambar dengan burung unta atau burung merak yang memiliki jambul. Senjata dan baju besi yang dimiliki masing-masing berbeda tergantung kelasnya atau level seorang gladiator.
Terdapat empat kelas utama untuk para gladiator :
Samnite (Gladiator Samnite), yaitu sebuah kelas yang diberi nama setelah prajurit Samnite yang besar dikalahkan oleh Roma selama bertahun-tahun dalam sejarah republik. Menariknya, orang-orang Romawi pada awalnya menggunakan gladiator dan samnite sebagai sinonim atau persamaan, karena menggambarkan sama-sama berasal dari Etruscan atau Etruria. Samnite yang memiliki senjata paling berat biasanya menggunakan pedang atau tombak dan perisai besar berbentuk persegi (tameng), pada lengan bagian kanan yang memegang pedang dan bagian kaki biasanya dipasangkan pelindung besi.
Gladiator Thracian, memiliki pedang melengkung pendek (Sica) dan perisai kotak atau bulat yang sangat kecil (Parma) yang berfungsi untuk meninju dan membelokkan pukulan atau menangkis.
Gladiator Myrmillo, kadang disebut juga sebagai Fishman karena ia memiliki jambul berbentuk ikan pada helm besi yang digunakan. Seperti Samnite, mereka menggunakan pedang pendek dan tameng dan memiliki bantalan baju besi hanya pada lengan dan kaki.
Gladiator Retiarius, tidak menggunakan helm atau pelindung lain, hanya menggunakan bantalan empuk pada bahu mereka. Mereka akan menyerang dengan cara melemparkan jaring kepada lawannya dan kemudian menusuk dengan tombak panjang yang pada bagian ujungnya berbentuk trisula.
Gladiator bertarung dalam kombinasi tertentu, biasanya sangat kontras pertarungan yang cepat dan lambat. Misalnya untuk gladiator yang menggunakan persenjataan berat seperti Myrmillo, mereka akan bertarung dengan tempo yang cepat, dan gladiator seperti retiarius akan bertarung dengan tempo yang lambat karena mereka kurang memiliki perlindungan persenjataan. Terdapat jenis lainnya dari empat kelas gladiator yang disebutkan di atas, mereka mengkombinasikan senjata dan baju besi yang digunakan dan namapun berubah dari waktu ke waktu. Misalnya, Samnite dan suku Gaul bersatu dalam gelanggang. Ada juga jenis lain dari pemanah, petinju dan bestiarii yang berjuang untuk membunuh hewan buas di arena.
Menang dan kalah
Mereka yang tidak memiliki antusiasme untuk melawan, meskipun telah dibujuk oleh manajer mereka (Lanista) serta tim pelatih (Doctore) dengan siksaan cambuk hitam atau batang logam yang telah dipanaskan. Tentu akan menarik amarah lebih dari 40.000 penonton dan serangan yang bertubi-tubi dari lawannya, sehingga diberikan keyakinan untuk bertarung sampai akhir. Terdapat kasus penolakan untuk melawan, mungkin salah satu yang paling terkenal adalah pada saat pertandingan gladiator yang diselenggarakan oleh Quintus Aurelius Symmachus pada 401 M, ketika itu para tahanan Jerman yang dijadwalkan untuk bertarung malah memutuskan untuk saling mencekik satu sama lain dalam sel mereka daripada memberikan tontonan bagi rakyat Romawi.
Gladiator yang kalah, jika tidak langsung dibunuh, sering meminta belas kasihan dengan menjatuhkan senjata dan perisai serta mengangkat jari mereka. Lawannya kemudian bisa menjadi luluh, meskipun terdapat lagi resiko yang signifikan jika bertemu kembali di arena, namun hal tersebut mendapat penghargaan lebih dan dianggap sebuah praktek yang profesional yang baik untuk membunuh lawan pada pertandingan berikutnya. Jika kaisar sedang hadir menonton pertandingan maka dia yang akan memutuskan, meskipun pada akhirnya banyak orang yang akan mencoba mempengaruhi penilaiannya dengan melambaikan kain atau memberikan isyarat dengan tangan mereka. Jempol ke atas dan teriakan Mitte! (artinya biarkan dia pergi atau selamat dari kematian), sedangkan posisi jempol ke bawah (Pollice verso) dan Lugula! (berarti mengeksekusinya).
Bagi pemenang dalam kontes, terutama mereka yang memenangkan banyak perkelahian di masa lalu mereka, menjadi seorang gladiator yang dikagumi oleh banyak orang dan diperlihatkan dalam gambaran hidup grafiti bangunan Romawi, mereka sangat populer dengan wanita sebagai hadiah ketika menang dalam pertarungan. Grafiti yang terukir pada peninggalan bangunan bersejarah Pompeii, memberikan wawasan yang menarik bagaimana sebuah pertandingan gladiator terlihat oleh masyarakat umum, dengan sorakan penonton ketika seorang petarung berhasil memenangkan pertandingannya. Gambaran grafiti banyak yang memperlihatkan tokoh-tokoh yang banyak memenangkan pertarungan seperti Petronius Octavius 35 kali, Severus 55, Nascia 60. Rata-rata jauh lebih banyak yang hanya memenangkan sedikit pertandingan, dan hanya ada beberapa pertandingan yang membiarkan lawannya tetap hidup meskipun kalah. Imbalan materi yang sangat banyak bagi seorang pemenang, terlebih jika menang pada pertandingan bergengsi, sambutan persaudaraan, mahkota, uang perak yang menumpuk, bahkan jika mendapatkan kemenangan terus-menerus selama bertahun-tahun mereka akan mendapatkan hadiah kebebasan.
Baca juga artikel : Sejarah Kota Pompeii
Gladiator yang terkenal
Mungkin seorang gladiator yang paling terkenal adalah Spartacus, dimana ia memimpin pemberontakan gladiator dan perbudakan dari Capua, memimpin para gladiator terkemuka pada tahun 73 SM. Berasal dari Thrace atau Thracia, mantan tentara Romawi yang menjadi bandit hingga tertangkap dan dipaksa masuk pelatihan menjadi seorang gladiator. Dia bersama dengan 70 kawanannya melarikan diri dari sekolah pelatihan mereka dan mendirikan sebuah kamp pertahanan di lereng Vesuvius. Ketika terkepung, melarikan diri dari posisi mereka dan menyerang menuju Campania, mengumpulkan pengikut mereka dan membangun pasukan hingga mencapai pasukan tempur yang efisien. Setelah dua tahun pemberontakan, tentara Marcus Licinius Crassus akhirnya berhasil menghentikan pemberontakan Spartacus di Apulia, Selatan Italia. Sebagai peringatan bagi pemberontakan perbudakan yang lain, sebanyak 6000 tahanan disalib sepanjang jalan Appian Way antara Capua dan Roma. Konsekuensi dari kejadian ini, bahwa sejak saat itu jumlah gladiator yang dimiliki oleh sebuah sekolah atau Ludus secara ketat dikontrol oleh negara.
Gladiator lain yang terkenal dan faktanya sering bertanding pada pertandingan yang tidak resmi adalah Kaisar Commodus (108 – 192 M), yang cukup hebat dan cukup gila untuk membiarkan dirinya ikut bertarung di arena, bahkan terdapat rumor dirinya adalah anak yang tidak sah dari seorang gladiator (*maaf* anak haram). Kebanyakan orang atau penonton meyakini bahwa Commodus adalah seorang petarung profesional dan ia memastikan untuk mendapatkan penghasilan yang sangat besar dari pertarungannya di Colosseum. Tidak disangkal bahwa biasanya Commodus biasa berpakaian seperti dewa raksasa Merkurius dan paling sering berpartisipasi sebagai algojo binatang liar, sedangkan senjata yang paling sering ia gunakan untuk mengeksekusi adalah panah.
Penurunan popularitas
Kontes pertandingan gladiator bertentangan dengan pemikiran terbaru Kekaisaran Kristen pada saat itu, akhirnya berakhir pada tahun 404 M. Kaisar Honorius telah menutup sekolah gladiator lima tahun sebelumnya, dan pertandingan terakhir yaitu ketika seorang biarawan kecil dari Asia yang bernama Telemachus melompat diantara dua orang gladiator yang sedang bertarung untuk mengehentikan terjadinya pertumpahan darah, namun akhirnya kerumunan penonton marah dan melempari biksu hingga tewas. Secara resmi akhirnya Honorius melarang kontes gladiator, meskipun para pemburu tetap melakukan perburuan hewan liar pada abad-abad berikutnya. Banyak orang Romawi yang merasakan kehilangan sebuah hobi yang sudah melekat di kehidupan mereka ratusan tahun yang lalu.
Semoga bermanfaat.
Legenda Gladiator |
Silsilah leluhur bangsa Etruscan atau Etruria
Bangsa Romawi sangat dipengaruhi oleh leluhur pendahulu mereka di Italia, yaitu Etruria dalam berbagai peranannya. Seperti menggunakan hewan kurban untuk meramalkan masa depan, menggunakan simbol-simbol tertentu dalam kehidupan dan mengorganisir permainan gladiator. Bangsa Etruria mengaitkan acara hiburan tersebut sebagai upacara kematian, sehingga mereka memiliki makna keagamaan tertentu.
Pada awalnya kontes gladiator diselenggarakan secara tidak resmi di Romawi pada tahun 264 SM untuk memperingati kematian leluhur mereka, kemudian akhirnya kontes ini dilanjutkan kembali menjadi perlombaan yang resmi dan membuang elemen peringatan tersebut. Namun asal-usul agama yang berfungsi sebagai persembahan masih terbawa dalam kontes ini, dimana seorang petugas di gelanggang arena akan mengeksekusi mati (penjagal) seorang gladiator yang terluka dan tidak mampu melanjutkan pertarungan. Mereka akan mengeksekusi dengan memakai kostum yang mewakili Dewa Hermes ketika mengawal sebuah jiwa untuk dibawa ke Charun atau Etruscan (alam dewa yang mereka anggap ada).
Sebagai hiburan terbaik
Permainan atau pertandingan gladiator Romawi, merupakan kesempatan bagi kaisar dan bangsawan untuk memamerkan kekayaan mereka terhadap rakyat, untuk memperingati kemenangan militer, upacara kunjungan seorang pejabat penting, merayakan ulang tahun atau hanya sekedar untuk mengalihkan perhatian rakyat dari masalah politik dan ekonomi pada saat itu.
Dengan menampilkan kepada publik sebuah permainan berdarah dan memiliki daya tarik tersendiri dari kontes tersebut karena menyangkut masalah hidup dan mati. Acara ini sangat populer diselenggarakan di arena besar di seluruh kekaisaran, dengan Colosseum (Flavian Amphitheatre) yang merupakan arena terbesar dari semua yang ada. Tiga puluh, empat puluh, bahkan lima puluh ribu penonton berbondong-bondong dihibur dengan pertarungan berdarah yang menampilkan hewan liar yang eksotis untuk dibunuh, eksekusi mati tahanan, seorang pemuka agama yang dilemparkan ke singa sebagai simbol kebajikan, kehormatan dan keberanian bangsa Romawi, dan pertarungan gladiator yang menggunakan semua keterampilan bela diri mereka dalam membunuh atau dibunuh pada kontes ini.
Ini adalah popularitas kesalahpahaman yang diberikan kepada para gladiator yang menerima penghargaan secara langsung dari kaisar atau istilahnya salut kaisar! Ini adalah setiap kalimat yang sering terucap sebelum gladiator memulai pertarungan "Imperator Ave, morituri te salutant!" (salam kaisar, salut (terhormat) bagi anda yang mati dalam pertarungan!). Namun pada kenyataannya, terungkap bahwa para tahanan tetap akan dibunuh dalam pertempuran bohongan yang dilakukan oleh angkatan laut (Naumachia) atau dilakukan di arena pada acara-acara khusus.
Kebanyakan para gladiator berasal dari seorang budak atau memiliki latar belakang kriminal, tetapi banyak juga tawanan perang yang dipaksa untuk tampil bertarung di arena. Terdapat sebuah kasus, seorang bangsawan yang bangkrut terpaksa mencari nafkah dengan memainkan pedang, misalnya Sempronius keturunan dari suku Gracchi yang kuat. Tercatat juga, sampai seorang bandit kakap turun di arena yang bernama Septimus Severus pada 200 M, serta pada masa ini perempuan diperbolehkan turun menjadi seorang gladiator.
Terdapat sekolah khusus gladiator (Ludus) yang dibentuk di seluruh kekaisaran, Roma sendiri memiliki tiga barak tersebut dan terutama Capua yang banyak menghasilkan para gladiator terkenal. Agen khusus yang dibina oleh kekaisaran, harus bisa menghasilkan gladiator berpotensi dalam memenuhi permintaan yang semakin meningkat dan mengisi sekolah-sekolah pelatihan yang harus memiliki omset banyak dari para pejuang gladiator. Kondisi sekolah-sekolah (Ludus) mirip seperti penjara, sel-sel kecil dan belenggu untuk semua gladiator, namun mereka mendapatkan makanan yang lebih baik untuk stamina, latihan yang ekstra terbaik dan perhatian medis (kesehatan). Sehingga membutuhkan sebuah investasi yang mahal untuk membangun sebuah sekolah gladiator.
Persenjataan
Istilah gladiator berasal dari bahasa latin yaitu Gladiatores yang mengacu pada senjata utama mereka pedang gladius (Gladius Sword) atau pedang pendek.
Baca juga artikel : Sejarah Pedang
Namun, terdapat juga berbagai macam senjata lain yang digunakan dalam kontes gladiator. Mereka biasanya menggunakan baju besi (baju zirah) serta helm besi sebagai pelindung kepala. Khususnya benda-benda tersebut dihasilkan dari sebuah pekerjaan yang besar, kaya dengan motif dekoratif yang digambar dengan burung unta atau burung merak yang memiliki jambul. Senjata dan baju besi yang dimiliki masing-masing berbeda tergantung kelasnya atau level seorang gladiator.
Terdapat empat kelas utama untuk para gladiator :
Samnite (Gladiator Samnite), yaitu sebuah kelas yang diberi nama setelah prajurit Samnite yang besar dikalahkan oleh Roma selama bertahun-tahun dalam sejarah republik. Menariknya, orang-orang Romawi pada awalnya menggunakan gladiator dan samnite sebagai sinonim atau persamaan, karena menggambarkan sama-sama berasal dari Etruscan atau Etruria. Samnite yang memiliki senjata paling berat biasanya menggunakan pedang atau tombak dan perisai besar berbentuk persegi (tameng), pada lengan bagian kanan yang memegang pedang dan bagian kaki biasanya dipasangkan pelindung besi.
Gladiator Thracian, memiliki pedang melengkung pendek (Sica) dan perisai kotak atau bulat yang sangat kecil (Parma) yang berfungsi untuk meninju dan membelokkan pukulan atau menangkis.
Gladiator Myrmillo, kadang disebut juga sebagai Fishman karena ia memiliki jambul berbentuk ikan pada helm besi yang digunakan. Seperti Samnite, mereka menggunakan pedang pendek dan tameng dan memiliki bantalan baju besi hanya pada lengan dan kaki.
Gladiator Retiarius, tidak menggunakan helm atau pelindung lain, hanya menggunakan bantalan empuk pada bahu mereka. Mereka akan menyerang dengan cara melemparkan jaring kepada lawannya dan kemudian menusuk dengan tombak panjang yang pada bagian ujungnya berbentuk trisula.
Gladiator bertarung dalam kombinasi tertentu, biasanya sangat kontras pertarungan yang cepat dan lambat. Misalnya untuk gladiator yang menggunakan persenjataan berat seperti Myrmillo, mereka akan bertarung dengan tempo yang cepat, dan gladiator seperti retiarius akan bertarung dengan tempo yang lambat karena mereka kurang memiliki perlindungan persenjataan. Terdapat jenis lainnya dari empat kelas gladiator yang disebutkan di atas, mereka mengkombinasikan senjata dan baju besi yang digunakan dan namapun berubah dari waktu ke waktu. Misalnya, Samnite dan suku Gaul bersatu dalam gelanggang. Ada juga jenis lain dari pemanah, petinju dan bestiarii yang berjuang untuk membunuh hewan buas di arena.
Menang dan kalah
Mereka yang tidak memiliki antusiasme untuk melawan, meskipun telah dibujuk oleh manajer mereka (Lanista) serta tim pelatih (Doctore) dengan siksaan cambuk hitam atau batang logam yang telah dipanaskan. Tentu akan menarik amarah lebih dari 40.000 penonton dan serangan yang bertubi-tubi dari lawannya, sehingga diberikan keyakinan untuk bertarung sampai akhir. Terdapat kasus penolakan untuk melawan, mungkin salah satu yang paling terkenal adalah pada saat pertandingan gladiator yang diselenggarakan oleh Quintus Aurelius Symmachus pada 401 M, ketika itu para tahanan Jerman yang dijadwalkan untuk bertarung malah memutuskan untuk saling mencekik satu sama lain dalam sel mereka daripada memberikan tontonan bagi rakyat Romawi.
Gladiator yang kalah, jika tidak langsung dibunuh, sering meminta belas kasihan dengan menjatuhkan senjata dan perisai serta mengangkat jari mereka. Lawannya kemudian bisa menjadi luluh, meskipun terdapat lagi resiko yang signifikan jika bertemu kembali di arena, namun hal tersebut mendapat penghargaan lebih dan dianggap sebuah praktek yang profesional yang baik untuk membunuh lawan pada pertandingan berikutnya. Jika kaisar sedang hadir menonton pertandingan maka dia yang akan memutuskan, meskipun pada akhirnya banyak orang yang akan mencoba mempengaruhi penilaiannya dengan melambaikan kain atau memberikan isyarat dengan tangan mereka. Jempol ke atas dan teriakan Mitte! (artinya biarkan dia pergi atau selamat dari kematian), sedangkan posisi jempol ke bawah (Pollice verso) dan Lugula! (berarti mengeksekusinya).
Bagi pemenang dalam kontes, terutama mereka yang memenangkan banyak perkelahian di masa lalu mereka, menjadi seorang gladiator yang dikagumi oleh banyak orang dan diperlihatkan dalam gambaran hidup grafiti bangunan Romawi, mereka sangat populer dengan wanita sebagai hadiah ketika menang dalam pertarungan. Grafiti yang terukir pada peninggalan bangunan bersejarah Pompeii, memberikan wawasan yang menarik bagaimana sebuah pertandingan gladiator terlihat oleh masyarakat umum, dengan sorakan penonton ketika seorang petarung berhasil memenangkan pertandingannya. Gambaran grafiti banyak yang memperlihatkan tokoh-tokoh yang banyak memenangkan pertarungan seperti Petronius Octavius 35 kali, Severus 55, Nascia 60. Rata-rata jauh lebih banyak yang hanya memenangkan sedikit pertandingan, dan hanya ada beberapa pertandingan yang membiarkan lawannya tetap hidup meskipun kalah. Imbalan materi yang sangat banyak bagi seorang pemenang, terlebih jika menang pada pertandingan bergengsi, sambutan persaudaraan, mahkota, uang perak yang menumpuk, bahkan jika mendapatkan kemenangan terus-menerus selama bertahun-tahun mereka akan mendapatkan hadiah kebebasan.
Baca juga artikel : Sejarah Kota Pompeii
Gladiator yang terkenal
Mungkin seorang gladiator yang paling terkenal adalah Spartacus, dimana ia memimpin pemberontakan gladiator dan perbudakan dari Capua, memimpin para gladiator terkemuka pada tahun 73 SM. Berasal dari Thrace atau Thracia, mantan tentara Romawi yang menjadi bandit hingga tertangkap dan dipaksa masuk pelatihan menjadi seorang gladiator. Dia bersama dengan 70 kawanannya melarikan diri dari sekolah pelatihan mereka dan mendirikan sebuah kamp pertahanan di lereng Vesuvius. Ketika terkepung, melarikan diri dari posisi mereka dan menyerang menuju Campania, mengumpulkan pengikut mereka dan membangun pasukan hingga mencapai pasukan tempur yang efisien. Setelah dua tahun pemberontakan, tentara Marcus Licinius Crassus akhirnya berhasil menghentikan pemberontakan Spartacus di Apulia, Selatan Italia. Sebagai peringatan bagi pemberontakan perbudakan yang lain, sebanyak 6000 tahanan disalib sepanjang jalan Appian Way antara Capua dan Roma. Konsekuensi dari kejadian ini, bahwa sejak saat itu jumlah gladiator yang dimiliki oleh sebuah sekolah atau Ludus secara ketat dikontrol oleh negara.
Gladiator lain yang terkenal dan faktanya sering bertanding pada pertandingan yang tidak resmi adalah Kaisar Commodus (108 – 192 M), yang cukup hebat dan cukup gila untuk membiarkan dirinya ikut bertarung di arena, bahkan terdapat rumor dirinya adalah anak yang tidak sah dari seorang gladiator (*maaf* anak haram). Kebanyakan orang atau penonton meyakini bahwa Commodus adalah seorang petarung profesional dan ia memastikan untuk mendapatkan penghasilan yang sangat besar dari pertarungannya di Colosseum. Tidak disangkal bahwa biasanya Commodus biasa berpakaian seperti dewa raksasa Merkurius dan paling sering berpartisipasi sebagai algojo binatang liar, sedangkan senjata yang paling sering ia gunakan untuk mengeksekusi adalah panah.
Penurunan popularitas
Kontes pertandingan gladiator bertentangan dengan pemikiran terbaru Kekaisaran Kristen pada saat itu, akhirnya berakhir pada tahun 404 M. Kaisar Honorius telah menutup sekolah gladiator lima tahun sebelumnya, dan pertandingan terakhir yaitu ketika seorang biarawan kecil dari Asia yang bernama Telemachus melompat diantara dua orang gladiator yang sedang bertarung untuk mengehentikan terjadinya pertumpahan darah, namun akhirnya kerumunan penonton marah dan melempari biksu hingga tewas. Secara resmi akhirnya Honorius melarang kontes gladiator, meskipun para pemburu tetap melakukan perburuan hewan liar pada abad-abad berikutnya. Banyak orang Romawi yang merasakan kehilangan sebuah hobi yang sudah melekat di kehidupan mereka ratusan tahun yang lalu.
Semoga bermanfaat.